Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma PDF diterbitkan dengan pertimbangan: a) bahwa penyelenggaraan fraksionasi plasma dilaksanakan guna melindungi masyarakat terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan produk obat derivat plasma; b) bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat dalam pelaksanaan pemenuhan produk obat derivat plasma untuk pelayanan kesehatan sehingga perlu diganti; c) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (5) dan Pasal 27 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes
Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma PDF, yang
dimaksud Fraksionasi Plasma adalah pemilahan derivat plasma menjadi produk plasma
dengan menerapkan teknologi dalam pengolahan darah. Produk Plasma atau Produk Obat
Derivat Plasma adalah sediaan jadi hasil Fraksionasi Plasma yang memiliki
khasiat sebagai obat.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Fraksionasi Plasma adalah pemilahan derivat plasma menjadi produk plasma dengan
menerapkan teknologi dalam pengolahan darah.
2.
Produk Plasma, yang selanjutnya disebut Produk Obat Derivat Plasma adalah sediaan
jadi hasil Fraksionasi Plasma yang memiliki khasiat sebagai obat.
3.
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB adalah cara pembuatan
obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan.
4.
Unit Transfusi Darah, yang selanjutnya disingkat UTD, adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan
pendistribusian darah.
5.
Pendonor Darah adalah orang yang menyumbangkan darah atau komponennya kepada pasien
untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
6.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
7.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut Kepala Badan adalah
Kepala Lembaga Pemerintahan Non Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pengawasan obat dan makanan.
8.
Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pada Kementerian Kesehatan yang mempunyai
tugas dan tanggung jawab di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
Pasal
2
Pengaturan
Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma bertujuan untuk memberikan acuan kepada fasilitas
Fraksionasi Plasma, UTD, dan pemangku kepentingan terkait dalam penyelenggaraan
Fraksionasi Plasma.
Pasal
3
(1)
Fraksionasi Plasma harus dilakukan di fasilitas Fraksionasi Plasma.
(2)
Fraksionasi Plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan Produk Obat
Derivat Plasma.
BAB
II
FASILITAS
FRAKSIONASI PLASMA
Bagian
Kesatu
Perizinan
Pasal
4
(1)
Fasilitas Fraksionasi Plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berupa industri
farmasi milik negara atau swasta.
(2)
Industri farmasi milik negara atau swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki izin produksi Produk Obat Derivat Plasma dari Menteri.
Pasal
5
(1)
Untuk memperoleh izin produksi Produk Obat Derivat Plasma, industri farmasi mengajukan
permohonan kepada Menteri.
(2)
Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen
persyaratan yang meliputi:
a. studi kelayakan;
b. surat pernyataan kesanggupan menjalankan Fraksionasi Plasma
secara kontrak paling lambat 1 (satu) tahun sejak mendapatkan izin produksi
Produk Obat Derivat Plasma dari Menteri, yang dibuktikan dengan rencana
pelaksanaan Fraksionasi Plasma;
c. surat pernyataan kesanggupan mendirikan dan
menjalankan fasilitas Fraksionasi Plasma dalam negeri yang tersertifikasi CPOB Fasilitas
Produksi Produk Obat Derivat Plasma paling lambat 2 (dua) tahun setelah melaksanakan
Fraksionasi Plasma secara kontrak, yang dibuktikan dengan dokumen persiapan pemenuhan
CPOB Fasilitas Produksi Produk Obat Derivat Plasma;
d. surat pernyataan kesanggupan menyediakan plasma dengan
dukungan dari UTD; dan
e. rencana produksi Produk Obat Derivat Plasma.
Pasal
6
(1)
Setelah menerima permohonan dan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5, Menteri menugaskan Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi dan pemeriksaan
lapangan.
(2)
Verifikasi dan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
dilakukan untuk menilai kesesuaian studi kelayakan dan rencana produksi Produk
Obat Derivat Plasma.
(3)
Berdasarkan hasil verifikasi dan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Direktur Jenderal memberikan rekomendasi persetujuan atau penolakan
izin produksi Produk Obat Derivat Plasma kepada Menteri.
(4)
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Menteri mengeluarkan
izin produksi Produk Obat Derivat Plasma atau penolakan.
Pasal
7
(1)
Industri farmasi yang telah memiliki izin produksi Produk Obat Derivat Plasma wajib
memiliki sertifikat CPOB Fasilitas Produksi Produk Obat Derivat Plasma untuk
memproduksi Produk Obat Derivat Plasma paling lama 2 (dua) tahun setelah melaksanakan
Fraksionasi Plasma secara kontrak.
(2)
Sertifikat CPOB Fasilitas Produksi Produk Obat Derivat Plasma sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kedua
Fraksionasi
Plasma Secara Kontrak
Pasal
8
(1)
Dalam rangka penyiapan fasilitas Fraksionasi Plasma yang tersertifikasi CPOB Fasilitas
Produksi Produk Obat Derivat Plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
fasilitas Fraksionasi Plasma yang telah memiliki izin produksi Produk Obat Derivat
Plasma dapat menyelenggarakan Fraksionasi Plasma secara kontrak dengan industri
Fraksionasi Plasma luar negeri.
(2)
Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma secara kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dituangkan dalam dokumen perjanjian kerja sama.
(3)
Dokumen perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal
memuat:
a.
jangka waktu kerja sama penyelenggaraan Fraksionasi Plasma;
b.
materi perjanjian alih material; dan
c.
jumlah plasma yang dikirim.
(4)
Materi perjanjian alih material sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
minimal memuat:
a.
jumlah material, muatan informasi, dan/atau data yang dikirim;
b.
penegasan kepemilikan material, muatan informasi, dan/atau data;
c.
batasan penggunaan hanya untuk penyelenggaraan Fraksionasi Plasma; dan
d.
ketentuan pemanfaatan dan/atau pemusnahan plasma yang tidak diolah menjadi Produk
Obat Derivat Plasma.
(5)
Dokumen perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat
persetujuan Menteri.
(6)
Untuk mendapatkan persetujuan Menteri, Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap
rancangan dokumen perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(7)
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur
Jenderal melibatkan tim penelaah pengalihan dan penggunaan material, muatan informasi,
dan/atau data.
Pasal
9
Industri
Fraksionasi Plasma luar negeri yang menerima kontrak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.
memenuhi ketentuan CPOB terkini sesuai dengan standar yang diakui secara internasional
berdasarkan hasil pemeriksaan badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pengawasan obat dan makanan;
b.
memiliki Produk Obat Derivat Plasma yang sudah beredar di negara asal dan/atau negara
lain yang akan dievaluasi untuk mendapatkan izin edar di Indonesia;
c.
memiliki teknologi Fraksionasi Plasma mutakhir; d. wajib melakukan alih teknologi
kepada fasilitas Fraksionasi Plasma di Indonesia dan mendirikan serta
menjalankan fasilitas Fraksionasi Plasma paling lambat 2 (dua) tahun setelah Fraksionasi
Plasma secara kontrak dimulai; dan
e.
memiliki pengalaman melaksanakan Fraksionasi Plasma secara kontrak dan alih
teknologi Fraksionasi Plasma.
Pasal
10
(1)
Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma secara kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 harus menggunakan sumber plasma dari dalam negeri.
(2)
Dalam hal plasma dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
mencukupi kebutuhan produksi pada kontrak Fraksionasi Plasma, industri Fraksionasi
Plasma luar negeri dapat menggunakan sumber plasma dari negara lain yang memenuhi
standar mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pasal
11
(1)
Pengiriman plasma ke industri Fraksionasi Plasma luar negeri untuk
penyelenggaraan Fraksionasi Plasma secara kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 dapat dilakukan secara bertahap.
(2)
Pengiriman plasma ke industri Fraksionasi Plasma luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam perjanjian kerja sama dan dilakukan sesuai
standar yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Jumlah plasma yang dikirim ke industri Fraksionasi Plasma luar negeri harus sesuai
dengan dokumen perjanjian kerja sama.
Bagian
ketiga
Impor
dan Ekspor Produk Obat Derivat Plasma
Pasal
12
(1)
Fasilitas Fraksionasi Plasma dapat melakukan impor dan/atau ekspor Produk Obat
Derivat Plasma.
(2)
Impor dan/atau ekspor Produk Obat Derivat Plasma dilaksanakan dalam hal produksi
Produk Obat Derivat Plasma tidak mencukupi kebutuhan atau melebihi kebutuhan.
(3)
Impor dan/atau ekspor Produk Obat Derivat Plasma sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), harus mendapat persetujuan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB
III
PENYELENGGARAAN
FRAKSIONASI PLASMA
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
13
Penyelenggaraan
Fraksionasi Plasma dilaksanakan melalui tahapan:
a.
penyediaan plasma;
b.
penyiapan dokumen induk plasma;
c.
pengumpulan, penjaminan mutu dan keamanan, dan pengiriman plasma;
d.
pengolahan plasma menjadi Produk Obat Derivat Plasma;
e.
pemusnahan sisa fraksi plasma dan sisa plasma; dan
f.
distribusi Produk Obat Derivat Plasma.
Bagian
Kedua
Penyediaan
Plasma
Paragraf
1
Umum
Pasal
14
(1)
Fasilitas Fraksionasi Plasma bertanggungjawab terhadap penyediaan plasma.
(2)
Plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari UTD yang telah memiliki
sertifikat CPOB.
(3)
Plasma yang berasal dari UTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari
Pendonor Darah.
(4)
Dalam hal kebutuhan plasma belum dapat dipenuhi oleh UTD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), UTD dalam menyediakan plasma dapat bekerja sama dengan Fasilitas
Fraksionasi Plasma dan/atau impor plasma.
(5)
Plasma yang berasal dari UTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
plasma (recovered plasma) yang tidak digunakan untuk pelayanan transfusi darah,
dan plasma dengan metode apheresis (concurent atau source plasma).
Pasal
15
(1)
Bahan baku dalam penyelenggaraan Fraksionasi Plasma berupa:
a.
Fresh Frozen Plasma (FFP); dan/atau
b.
Plasma Frozen dalam 24 Jam (PF24).
(2)
Fresh Frozen Plasma (FFP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan plasma
yang dibuat dari darah lengkap atau plasma yang diperoleh melalui proses
apheresis dan dibekukan dalam waktu 6 (enam) jam setelah pengambilan dengan kondisi
yang memungkinkan untuk diproduksi menjadi Produk Obat Derivat Plasma labil.
(3)
Plasma Frozen dalam 24 jam (PF24) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan plasma yang dibuat dari darah lengkap atau plasma yang diperoleh
melalui proses apheresis yang dipertahankan pada suhu +20oC sampai +24oC
dan dibekukan dalam waktu 24 jam setelah pengambilan.
Paragraf
2
Pendonor
Darah
Pasal
16
(1)
Sumber plasma dalam penyelenggaraan Fraksionasi Plasma berasal dari Pendonor
Darah.
(2)
Pendonor Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan:
a.
plasma yang berasal dari darah lengkap melalui UTD; dan/atau
b.
plasma dengan metode apheresis melalui UTD.
(3)
Pendonor Darah yang memberikan plasma yang berasal dari darah lengkap melalui UTD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan Pendonor Darah sukarela tanpa
pamrih yang paling sedikit menyumbangkan darah 4 (empat) kali dalam setahun.
(4)
Pendonor Darah yang memberikan plasma dengan metode apheresis melalui UTD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan Pendonor Darah sukarela tanpa pamrih yang
interval penyumbangan plasmanya secara reguler paling banyak setiap 1 (satu)
minggu dengan jumlah maksimal penyumbangan plasmanya 33 (tiga puluh tiga) kali
dalam setahun.
(5)
Pendonor Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
17
(1)
Pengambilan plasma dari Pendonor Darah di UTD dilaksanakan setelah diberikan informasi
dan Pendonor Darah memberikan persetujuan.
(2)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam lembar informed consent
terkait pemanfaatan plasma sebagai Produk Obat Derivat Plasma sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian
Ketiga
Penyiapan
Dokumen Induk Plasma
Pasal
18
(1)
Plasma yang berasal dari Pendonor Darah harus memiliki riwayat plasma yang
dapat ditelusur dan dilacak.
(2)
Riwayat plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dalam dokumen induk
plasma yang terintegrasi dalam sistem data plasma untuk seluruh UTD.
(3)
Riwayat plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi keterangan
kesehatan Pendonor Darah, pengambilan darah, pengolahan darah, uji saring
Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD), skrining antibodi darah donor, serta
penyimpanan dan transportasi plasma.
Bagian
Keempat
Pengumpulan,
Penjaminan Keamanan, dan Pengiriman Plasma
Pasal
19
UTD
harus melakukan pengumpulan, penjaminan mutu dan keamanan, dan pengiriman
plasma yang memenuhi syarat ke fasilitas Fraksionasi Plasma.
Pasal
20
Untuk
terjaminnya mutu dan keamanan plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, UTD paling
sedikit harus melakukan:
a.
uji saring IMLTD metode immunoassay dan Nucleic Acid Test (NAT);
b.
skrining antibodi darah donor;
c.
kontrol kualitas plasma; dan
d.
penyimpanan plasma mengacu pada standar yang ditetapkan oleh fasilitas
Fraksionasi Plasma.
Bagian
Kelima
Pengolahan
Plasma Menjadi Produk Obat Derivat Plasma
Pasal
21
(1)
Plasma yang berasal dari UTD diolah oleh fasilitas Fraksionasi Plasma menjadi
Produk Obat Derivat Plasma sesuai dengan ketentuan CPOB.
(2)
Produk Obat Derivat Plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain faktor
VIII, faktor IX, faktor Von Willebrand, fibrinogen, globulin, albumin, alpha 1
antitripsin, dan fraksi protein plasma lain.
Pasal
22
(1)
Produk Obat Derivat Plasma harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan khasiat.
(2)
Produk Obat Derivat Plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin
edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Keenam
Pemusnahan
Sisa Fraksi Plasma dan Sisa Plasma
Pasal
23
(1)
Pemusnahan sisa fraksi plasma dan sisa plasma dilakukan oleh fasilitas
Fraksionasi Plasma.
(2)
Pemusnahan sisa fraksi plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap sisa fraksi plasma yang tidak dimanfaatkan untuk Produk Obat Derivat
Plasma.
(3)
Pemusnahan sisa plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
plasma yang kedaluwarsa.
(4)
Pemusnahan sisa fraksi plasma dan sisa plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada Menteri dengan
tembusan Kepala Badan.
(5)
Menteri dan Kepala Badan dapat melakukan pemeriksaan kembali terhadap sisa fraksi
plasma dan sisa plasma yang dimusnahkan oleh fasilitas Fraksionasi Plasma.
Bagian
Ketujuh
Distribusi
Produk Obat Derivat Plasma
Pasal
24
Distribusi
Produk Obat Derivat Plasma dilakukan oleh pedagang besar farmasi yang memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
IV
HARGA
PRODUK OBAT DERIVAT PLASMA
Pasal
25
(1)
Menteri mengendalikan harga Produk Obat Derivat Plasma berkoordinasi dengan kementerian/lembaga
terkait.
(2)
Menteri dalam mengendalikan harga Produk Obat Derivat Plasma dapat membentuk
tim penyusun harga obat.
(3)
Pengendalian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan
biaya pengganti pengolahan plasma, biaya produksi, dan biaya distribusi Produk
Obat Derivat Plasma.
(4)
Harga Produk Obat Derivat Plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
Pasal
26
Dalam
rangka mengurangi biaya produksi untuk mengendalikan harga Produk Obat Derivat Plasma,
Menteri dapat memberikan bantuan bagi UTD yang menyediakan plasma dalam
penyelenggaraan Fraksionasi Plasma.
BAB
V
PENCATATAN
DAN PELAPORAN
Pasal
27
(1)
Fasilitas Fraksionasi Plasma melakukan pencatatan terhadap:
a.
penerimaan dan penggunaan plasma;
b.
pengiriman plasma;
c.
realisasi produksi Produk Obat Derivat Plasma;
d.
pemusnahan sisa fraksi plasma dan sisa plasma; dan
e.
distribusi Produk Obat Derivat Plasma hasil produksi.
(2)
Fasilitas Fraksionasi Plasma wajib menyampaikan laporan pencatatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Kementerian Kesehatan melalui sistem elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
VI
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal
28
(1)
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Fraksionasi Plasma dilakukan oleh Menteri
dan Kepala Badan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
(2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi
sosial yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kepalangmerahan.
BAB
VII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
29
Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun
2019 tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 781), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Selengkapnya
silhakan download dan baca Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma
PDF. LINK DOWNLOAD DISINI
Demikian
informasi tentang Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma
PDF. Semoga ada manfaatnya.
No comments
Post a Comment