Peraturan POLRI Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik POLRI
Peraturan POLRI Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik POLRI (Kepolisian Negara Republik Indonesia), diterbitkan dengan pertimbangan: a) bahwa setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian bhayangkara negara seutuhnya, menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya dalam kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila; b) bahwa seiring dengan perkembangan teknologi yang cukup pesat dan terjadinya perubahan nilai etika, budaya, dan perilaku yang terjadi di masyarakat berpengaruh pada sikap perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya sehingga perlu disusun kode etik profesi dan dibentuk komisi kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia; c) bahwa Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 34 ayat (3) dan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sudah tidak sesuai dengan perkembangan perubahaan nilai etika, budaya, dan perilaku yang terjadi di masyarakat yang berpengaruh pada perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga perlu diganti; d) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI) Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode
Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang dimaksud Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma atau
aturan moral baik tertulis maupun tidak tertulis yang menjadi pedoman sikap, perilaku
dan perbuatan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas,
wewenang, tanggung jawab serta kehidupan sehari-hari. Komisi Kode Etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat KKEP adalah
komisi yang dibentuk di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
penegakan KEPP.
Pejabat Polri wajib memedomani
KEPP dengan menaati setiap kewajiban dan larangan dalam: Etika Kenegaraan; Etika
Kelembagaan; Etika Kemasyarakatan; dan Etika Kepribadian. Pelanggaran terhadap
KEPP diselesaikan dengan cara: Pemeriksaan Pendahuluan; dan Sidang terdiri
atas: Sidang KKEP; Sidang KKEP Banding; dan/atau Sidang KKEP PK.
Dinyatakan dalam Peraturan POLRI Nomor 7 Tahun 2022 Tentang
Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik POLRI bahwa Setiap Pejabat Polri
dalam Etika Kenegaraan wajib: a) setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; b) menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; c) menjaga terpeliharanya
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d) menjaga terpeliharanya
persatuan dan kesatuan bangsa dengan menjunjung tinggi kebhinekatunggalikaan dan
toleransi terhadap kemajemukan suku, bahasa, ras dan agama; e) mengutamakan kepentingan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi,
seseorang, dan/atau golongan; f) memelihara dan menjaga kehormatan bendera negara
sang merah putih, bahasa Indonesia, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu kebangsaan
Indonesia Raya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; g) membangun
kerja sama dengan sesama pejabat penyelenggara negara dan pejabat negara dalam
pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab; h) bersikap netral dalam
kehidupan politik ; dan i) mendukung dan mengamankan kebijakan Pemerintah.
Setiap Pejabat Polri dalam
Etika Kelembagaan wajib: a) setia kepada Polri sebagai pengabdian kepada
masyarakat, bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi Tribrata
dan Catur Prasetya; b) menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas,
reputasi, dan kehormatan Polri; c) menjalankan tugas, wewenang dan tanggungjawab
secara profesional, proporsional, dan prosedural; d) melaksanakan Perintah Kedinasan
dan menyelesaikan tugas, wewenang dan tanggung jawab dengan saksama dan penuh
rasa tanggung jawab; e) mematuhi hierarki Atasan dalam pelaksanaan tugas,
wewenang dan tanggung jawab. F) memegang teguh rahasia yang menurut sifatnya
atau menurut Perintah Kedinasan harus dirahasiakan; g) menampilkan sikap kepemimpinan
melalui keteladanan, ketaatan pada hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas, wewenang dan
tanggung jawab; h) menyampaikan pendapat dengan cara sopan dan santun dan menghargai
perbedaan pendapat pada saat pelaksanaan rapat, sidang, atau pertemuan yang
bersifat kedinasan; i) mematuhi dan menaati hasil keputusan yang telah
disepakati dalam rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan; j) mengutamakan
kesetaraan dan keadilan gender dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung
jawab; k) mendahulukan peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; l) menjaga, mengamankan dan merawat senjata api,
barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak milik Polri yang dipercayakan
kepadanya; m) menghargai dan menghormati dalam melaksanakan tugas, wewenang dan
tanggungjawab; n) bekerja sama dalam meningkatkan kinerja Polri; o) melaporkan setiap
Pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana yang dilakukan oleh pegawai
negeri pada Polri, yang dilihat, dialami atau diketahui secara langsung kepada pejabat
yang berwenang; p) menunjukan rasa kesetiakawanan dengan menjunjung tinggi
prinsip saling menghormati; dan q. melindungi dan memberikan pertolongan kepada
sesama dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab.
Yang dimaksud Menjalankan
tugas, wewenang dan tanggungjawab secara profesional yaitu melaksanakan tugas sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya. Menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab
secara proporsional yaitu melaksanakan tugas sesuai dengan lingkup
kewenangannya. Menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara prosedural
yaitu melaksanakan tugas sesuai dengan standar operasional prosedur. Melaksanakan
Perintah Kedinasan dapat berupa: a) mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam rangka
pembinaan karier dan peningkatan kemampuan profesionalisme Polri; b) melaksanakan
mutasi baik promosi, setara maupun demosi; c) melakukan penegakan disiplin dan KEPP
berdasarkan Laporan atau Pengaduan masyarakat tentang adanya dugaan Pelanggaran
disiplin dan/atau Pelanggaran KEPP sesuai dengan kewenangannya; dan d) melakukan
kegiatan pengawasan dan/atau Pemeriksaan yang dilaksanakan oleh fungsi
pengawasan internal Polri.
Setiap Pejabat Polri yang berkedudukan
sebagai Atasan wajib: a) menunjukan keteladanan dan kepemimpinan yang melayani,
menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah serta menjamin kualitas
kinerja Bawahan dan kesatuan Polri; b) menindaklanjuti dan menyelesaikan
hambatan tugas yang dilaporkan oleh Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; c)
segera menyelesaikan dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh Bawahan; dan d) mengarahkan,
mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang
dilaksanakan oleh bawahannya.
Setiap Pejabat Polri yang
berkedudukan sebagai Bawahan wajib: a) melaksanakan perintah Atasan terkait dengan
pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya dan melaporkan kepada Atasan; b) menolak
perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma
kesusilaan; dan c) melaporkan kepada Atasan pemberi perintah atas penolakan perintah
yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari Atasan pemberi
perintah. Atasan pemberi perintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, wajib
memberikan perlindungan.
Setiap Pejabat Polri dalam
Etika Kemasyarakatan wajib: a) menghormati harkat dan martabat manusia
berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia; b) menjunjung tinggi prinsip kesetaraan
bagi setiap warga negara di hadapan hukum; c) memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; d) melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana
yang diwajibkan dalam tugas wewenang dan tanggungjawab kepolisian, baik sedang
bertugas maupun di luar tugas; e) memberikan pelayanan informasi publik kepada
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f) menjunjung tinggi
kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam berhubungan dengan
masyarakat; dan g) melaksanakan moderasi beragama berupa sikap atau cara pandang
perilaku beragama yang moderat, toleran, menghargai perbedaan agama dan selalu mewujudkan
kemaslahatan bersama.
Ditegaskan dalam Peraturan POLRI Nomor 7 Tahun 2022 Tentang
Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik POLRI bahwa setiap Pejabat Polri
dalam Etika Keperibadian, wajib: a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa; b) bertanggung jawab, jujur, disiplin, bekerja sama, adil, peduli,
responsif, tegas, dan humanis; c. menaati dan menghormati: 1) norma hukum; 2) norma
agama; 3) norma kesusilaan; dan/atau 4) nilai-nilai kearifan loKal; d) menjaga dan
memelihara kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
secara santun; e) melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan
kemasyarakatan dengan niat tulus/ikhlas, sebagai wujud nyata amal ibadahnya;
dan f) menjaga sopan santun dan etika dalam pergaulan dan penggunaan sarana
media sosial dan media lainnya.
Setiap Pejabat Polri dalam
Etika Kenegaraan, dilarang: a) terlibat dalam kegiatan yang bertujuan untuk
mengubah, mengganti atau menentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 secara tidak sah; b) terlibat dalam kegiatan menentang
kebijakan pemerintah; c) menjadi anggota atau pengurus organisasi atau kelompok
yang dilarang pemerintah; d) menjadi anggota atau pengurus partai politik; e) menggunakan
hak memilih dan dipilih; f) melibatkan diri pada kegiatan politik praktis; g) mendukung,
mengikuti, atau menjadi simpatisan paham/aliran terorisme, atau ekstrimisme berbasis
kekerasan yang dapat mengarah pada terorisme; dan/atau h) mendukung, mengikuti,
atau menjadi simpatisan eksklusivisme terhadap kemajemukan budaya, suku, bahasa,
ras dan agama.
Setiap Pejabat Polri dalam
Etika Kelembagaan, dilarang: a) melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau standar operasional prosedur,
meliputi: 1) penegakan hukum; 2) pengadaan barang dan jasa; 3) penerimaan anggota
Polri dan seleksi pendidikan pengembangan; 4). penerbitan dokumen dan/atau produk
Kepolisian terkait pelayanan masyarakat; dan 5) penyalahgunaan barang milik negara
atau barang yang dikuasai secara tidak sah; b) menyampaikan dan menyebarluaskan
informasi yang tidak dapat dipertangungjawabkan kebenarannya tentang Polri dan/atau
pribadi pegawai negeri pada Polri; c) menghindar dan/atau menolak Perintah Kedinasan
dalam rangka Pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait
dengan Laporan atau Pengaduan masyarakat; d). menyalahgunakan kewenangan dalam
melaksanakan tugas kedinasan; e) melaksanakan tugas tanpa Perintah Kedinasan dari
pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan f) melakukan permufakatan Pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak
pidana. Larangan dalam penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf a angka
1, dapat berupa: a) mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang
terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; b) menempatkan tersangka di tempat bukan rumah tahanan negara/Polri
dan tidak memberitahukan kepada keluarga atau kuasa hukum tersangka; c) merekayasa
dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan;
d). mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, Atasan penyidik
atau Penuntut umum, atau hakim yang berwenang; e) melakukan Pemeriksaan
terhadap seseorang dengan cara memaksa, intimidasi dan atau kekerasan untuk
mendapatkan pengakuan; f) melakukan penyidikan yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain;
g) menghambat kepentingan pelapor, terlapor, dan pihak terkait lainnya yang sedang
berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya; h) mengurangi,
menambahkan, merusak, menghilangan dan/atau merekayasa barang bukti; i. menghambat
dan menunda waktu penyerahan barang bukti yang disita kepada pihak yang
berhak/berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; j) menghambat
dan menunda waktu penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut
umum; k) melakukan penghentian atau membuka kembali penyidikan tindak pidana yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; l) melakukan hubungan
atau pertemuan secara langsung atau tidak langsung di luar kepentingan dinas
dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani dengan landasan
itikad buruk; m) melakukan Pemeriksaan di luar kantor penyidik kecuali ditentukan
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan n) melakukan
keberpihakan dalam menangani perkara.
Larangan dalam melaksanakan tugas
pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2 dapat
berupa: a) memberikan fakta, data dan informasi yang tidak benar dan/atau segala
sesuatu yang belum pasti atau diputuskan; b) melakukan pembahasan proses pengadaan
barang/jasa dengan calon penyedia barang/jasa, kuasa atau wakil, dan/atau perusahaan
yang mempunyai afiliasi dengan calon penyedia barang/jasa di luar kewenangannya
baik langsung maupun tidak langsung; c) menghambat proses pemilihan penyedia dalam
pengadaan barang/jasa; d) saling mempengaruhi antar personel Unit Kerja
Pengadaan Barang dan Jasa dan pihak yang berkepentingan lainnya, baik langsung maupun
tidak langsung yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat; dan e) menerima,
menawarkan atau menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi,
rabat, atau berupa apa saja dari atau kepada siapa pun yang diketahui atau patut
diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.
Larangan dalam melaksanakan tugas
penerimaan anggota Polri dan seleksi pendidikan pengembangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a angka 3 dapat berupa: a) membocorkan dan menyebarluaskan materi yang
diujikan; b) merekayasa hasil tes yang diujikan; c) memberikan prioritas atau fasilitas
khusus kepada calon peserta didik tertentu; d) meluluskan calon pegawai negeri pada
Polri atau calon peserta seleksi pendidikan pengembangan tidak melalui
prosedur; e) menyelenggarakan kursus atau pelatihan materi yang diujikan dalam seleksi
penerimaan anggota Polri calon peserta seleksi menjadi anggota Polri atau calon
peserta seleksi pendidikan pengembangan; f) menerima imbalan dalam proses
seleksi penerimaan anggota Polri maupun pendidikan pengembangan; dan g) menawarkan
dan/atau menjanjikan kelulusan kepada peserta seleksi penerimaan anggota Polri
maupun pendidikan pengembangan.
Larangan dalam penerbitan dokumen
dan/atau produk kepolisian terkait pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada huruf a angka 4, dapat berupa: a) menerbitkan tanpa melalui prosedur yang
berlaku; b) menentukan biaya tidak sesuai ketentuan; c) mempersulit masyarakat untuk
memperoleh surat yang dimohonkan; d) merekayasa keterangan ke dalam surat yang
diterbitkan; dan e) menggunakan bahan baku dan/atau material tidak sesuai
standar yang telah ditetapkan.
Larangan penyalahgunaan barang
milik negara atau barang yang dikuasai secara tidak sah sebagaimana dimaksud
pada huruf a angka 5, dapat berupa: a) menjual, memberikan, menghibahkan,
meminjamkan, dan/atau menyewakan senjata api, amunisi, bahan peledak, barang bergerak
dan/atau barang tidak bergerak milik Polri atau yang diperoleh secara tidak sah
kepada pihak lain secara ilegal; dan b) menerima dan menguasai secara tidak sah
senjata api, amunisi, bahan peledak, barang bergerak dan/atau barang tidak
bergerak dari pihak lain.
Setiap Pejabat Polri yang berkedudukan
sebagai Atasan dilarang: a) memberi perintah yang bertentangan dengan norma
hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; b) menggunakan kewenangannya secara tidak
bertanggung jawab; dan c) menghalangi dan/atau menghambat proses penegakan hukum
terhadap bawahannya yang dilaksanakan oleh fungsi penegakan hukum.
Setiap Pejabat Polri yang
berkedudukan sebagai Bawahan dilarang: a) melawan atau menentang Atasan; dan b)
menyampaikan Laporan yang tidak benar kepada Atasan.
Setiap Pejabat Polri dalam
Etika Kemasyarakatan, dilarang: a) menolak atau mengabaikan permintaan
pertolongan, bantuan, atau Laporan dan Pengaduan masyarakat yang menjadi
lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya; b) mencari-cari kesalahan masyarakat; c)
menyebarluaskan berita bohong dan/atau menyampaikan ketidakpatutan berita yang dapat
meresahkan masyarakat; d) mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan
dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan
pelayanan masyarakat; e) bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang; f) mempersulit
masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan; g) melakukan
perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan
kepolisian; h) membebankan biaya dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan
peraturan perundang-undangan; i) bersikap diskriminatif dalam melayani
masyarakat; dan j) bersikap tidak perduli dan tidak sopan dalam melayani pemohon.
Setiap Pejabat Polri dalam
Etika Kepribadian, dilarang: a) menganut paham radikal dan/atau eksklusivisme
terhadap kemajemukan budaya, suku, bahasa, ras dan agama; b) mempengaruhi atau memaksa
sesama anggota Polri untuk mengikuti cara beribadah di luar keyakinannya; c) menampilkan
sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, Atasan dan/atau sesama anggota
Polri; d) melakukan perilaku penyimpangan seksual atau disorientasi seksual; e)
melakukan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang meliputi menyimpan,
menggunakan, mengedarkan dan/atau memproduksi narkotika, psikotropika dan obat
terlarang; f) melakukan perzinaan dan/atau perselingkuhan; g) mengunakan sarana
media sosial dan media lainnya untuk aktivitas atau kegiatan mengunggah, memposting
dan menyebarluaskan: 1) berita yang tidak benar dan/atau ujaran kebencian; 2) perilaku
memamerkan kekayaan dan/atau gaya hidup mewah; 3) aliran atau paham terorisme, radikalisme/
ekstremisme yang dapat menimbulkan perpecahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia; 4) konten yang bersifat eksklusivisme terhadap kemajemukan budaya, suku,
bahasa, ras dan agama; dan/atau 5) pornografi dan pornoaksi; h) melakukan
tindakan kekerasan dalam rumah tangga; i) mengikuti aliran atau ajaran yang tidak
sah dan/atau tidak dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan; j) menyimpan, memiliki,
menggunakan, dan/atau memperjualbelikan barang bergerak atau tidak bergerak
secara tidak sah; k) menista dan/atau menghina; l) melakukan tindakan yang
diskriminatif; dan m. melakukan tindakan kekerasan, berperilaku kasar dan tidak
patut.
Selengkapnya silahkan
download Peraturan POLRI Nomor 7 Tahun
2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik POLRI (Kepolisian Negara
Republik Indonesia). LINK DOWNLOAD DIISNI
Demikianinformasi tentang Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI) Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode
Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Semoga ada manfaatnya, terima
kasih.
No comments
Post a Comment