Berdasarkan Juknis Aneka Tunjangan Guru, terdapat beberapa
peluang yang dimiliki Guru honorer untuk mendapatkan beberapa
tunjangan guru, antara lain tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus, dan tunjangan
profesi atau sertifikasi. Berikut ini beberapa kriteria untuk mendapatkan tunjangan khusus Guru honorer.
Untuk mendapat tunjangan
fungsional bagi Guru honorer atau guru
bukan pegawai negeri sipil, Guru honorer harus memenuhi syarat, antara lain sebagai berikut
1. Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga
kependidikan (NUPTK).
2. Diprioritaskan kepada
Guru honorer yang memiliki jam
mengajar lebih dari
24 jam tatap muka per minggu dan
diangkat sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen dan mengajar
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat dan dibuktikan dengan
Surat Keputusan Pengangkatan yang
diterbitkan oleh penyelenggara pendidikan;
3. Diutamakan
bagi Guru honorer yang mengajar
mata pelajaran yang sesuai
dengan kualifikasi
akademiknya dan dibuktikan
dalam sistem data
pokok pendidikan (Dapodik) atau
melalui surat keterangan
dari kepala sekolah dan
telah diverifikasi/disahkan oleh
Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/Kota;
4. Diprioritaskan kepada
Guru honorer dalam jabatan
yang berkualifikasi S-1/D-IV
atau Guru honorer dalam jabatan
yang sedang mendapat kesempatan
peningkatan kualifikasi akademik ke S-1/D-IV.
5. Guru honorer yang yang
telah mendapatkan tunjangan
fungsional dari pemerintah daerah, masih memungkinkan untuk mendapatkan subsidi
tunjangan fungsional.
6. Guru hororer atau guru dalam jabatan bukan
PNS yang belum memiliki sertifikat pendidik.
Besaran Tunjangan Fungsional adalah sebesar Rp. 300.000,-
(tiga ratus ribu rupiah) per orang per bulan, dan dikenakan pajak penghasilan
berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008.
Sedangkan persyaratan
untuk mendapat tunjangan khusus, Guru
honorer harus
memenuhi syarat mengajar di daerah khusus. Adapun kriteria daerah
penerima tunjangan khusus (DASUS) adalah
1. Kriteria daerah yang terpencil atau
terbelakang adalah: a. akses transportasi sulit dijangkau dan mahal disebabkan
oleh tidak tersedianya jalan raya, tergantung pada jadwal tertentu, tergantung
pada cuaca, satu-satunya akses dengan jalan kaki, memiliki hambatan dan
tantangan alam yang besar; b. tidak tersedia dan/atau sangat terbatasnya
layanan fasilitas umum, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas
listrik, fasilitas informasi dan komunikasi, dan sarana air bersih; dan/atau c.
tingginya harga-harga dan/atau sulitnya ketersediaan bahan pangan, sandang, dan
papan atau perumahan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Kriteria daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil adalah adanya resistensi masyarakat lokal
terhadap perubahan nilai-nilai budaya, sosial, dan adat istiadat.
3. Kriteria daerah perbatasan dengan
negara lain adalah sebagai berikut: a. sebagai kawasan laut dan kawasan daratan
pesisir yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang meliputi batas
laut teritorial (BLT), batas zona ekonomi eksklusif (ZEE), batas landas
kontinental (BLK), dan batas zona perikanan khusus; dan/atau b. sebagai kawasan
perbatasan darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. 4. Kriteria
daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam
keadaan darurat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d adalah sebagai
berikut: a. minimnya fasilitas perlindungan keamanan, baik fisik maupun
nonfisik; b. hilangnya fasilitas sarana pelayanan umum berupa fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas listrik, fasilitas informasi dan
komunikasi, dan sarana air bersih; dan/atau c. ditetapkan sebagai daerah
bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain oleh pejabat Pemerintah yang berwenang.
4.
Kriteria
pulau kecil terluar adalah pulau dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000
km2 (duaribu kilometer persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat
geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum
Internasional dan Nasional.
Besaran Tunjangan Khusus untuk Guru honorer atau guru bukan
PNS yang telah disetarakan adalah setara 1 (satu) kali gaji pokok, dikenakan
Pajak Penghasilan (PPh) sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan Jumlah dana
tunjangan khusus bagi guru
bukan PNS yang
belum di inpassing adalah sebesarRp. 1.500.000,- (satu
juta lima ratus ribu rupiah) per-orang per-bulan, dikenakan Pajak Penghasilan
(PPh) sesuai ketentuan yang berlaku.
Adapun untuk mendapat tunjangan profesi atau sertifikasi untuk Guru honorer atau guru bukan pegawai negeri sipil, Guru honorer harus sudah memiliki sertifikat pendidik. Pada sekolah swasta dan sekolah di bawah naungan Kemenag sudah banyak Guru honorer yang telah memiliki sertifikat pendidik. Untuk Guru honorer di sekolah negeri, quota terbanyak baru didapat mulai tahun ini.
Selain harus memiliki sertifikat pendidik, syarat lainnya untuk
mendapatkan tunjangan profesi atau sertifikasi untuk Guru honorer atau guru bukan
pegawai negeri sipil antara lain
1. Guru honorer atau Guru Tetap Bukan PNS
yang diangkat oleh
Kepala Daerah yang
dibuktikan dengan SK Pengangkatan oleh
Bupati/Walikota/Gubernur atau pejabat
yang diberi kewenangan oleh Bupati/Walikota/Gubernur yang
masih berlaku dan
pembiayaannya dibebankan
pada APBD atau
Guru Tetap Yayasan
yang dibuktikan dengan
SK Pengangkatan oleh Ketua
Yayasan, dan mengajar
pada satuan pendidikan di
bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kecuali
guru pendidikan agama;
2. Memiliki satu atau lebih sertifikat pendidik
yang telah diberi satu Nomor Registrasi Guru (NRG) yang
diterbitkan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Setiap guru hanya memiliki satu
(1) NRG walaupun guru yang bersangkutan memiliki satu atau lebih sertifikat
pendidik;
3. Memiliki Surat Keputusan Tunjangan Profesi
(SKTP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
4. Sebelum
berlakunya Pasal 17
mengenai rasio guru
siswa pada Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yaitu pada awal tahun 2016,
bagi satuan pendidikan yang hanya memiliki
satu rombongan belajar
pada tingkat kelas
tertentu maka jumlah rasio
guru siswa dapat
kurang dari 20
untuk SD/SMP/SMA dan
kurang dari 15
untuk TK/SMK.
5. Beban
kerja Guru honorer
ditentukan berdasarkan kurikulum
yang berlaku di
rombongan belajarnya. (Daftar sekolah pelaksana Kurikulum 2013 dan
Kurikulum Tahun 2006 adalah yang terdaftar pada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan).
6. Beban kerja Guru honorer adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya
40 (empat puluh)
jam tatap muka
dalam 1 (satu)
minggu, sesuai dengan sertifikat
pendidik yang dimilikinya.
7. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 6
dikecualikan apabila guru:
a. Mengajar pada rombongan belajar di
SMP/SMA/SMK yang melaksanakan Kurikulum 2013
pada semester pertama
menjadi Kurikulum Tahun
2006 pada semester
kedua tahun pelajaran 2014/2015.
Dalam hal terdapat
guru mata pelajaran
tertentu di SMP/SMA/SMK tersebut
tidak dapat memenuhi beban mengajar
minimal 24 (dua puluh
empat) jam tatap
muka per minggu, pemenuhan
beban mengajar dilakukan melalui ekuivalensi
kegiatan
pembelajaran/pembimbingan
sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Ekuivalensi Kegiatan Pembelajaran/Pembimbingan Bagi
Guru yang Bertugas
pada SMP/SMA/SMK yang Melaksanakan Kurikulum 2013 pada Semester Pertama
Menjadi Kurikulum Tahun 2006 pada Semester Kedua Tahun Pelajaran 2014/2015
b. Mendapat
tugas tambahan sebagai
kepala satuan pendidikan,
mengajar paling sedikit 6 (enam)
jam tatap muka per minggu yang sesuai dengan sertifikat pendidik yang dimilikinya
atau membimbing 40
(empat puluh) peserta
didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari
guru bimbingan dan konseling/konselor.
c. Mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala
satuan pendidikan, mengajar paling sedikit
12 (dua belas)
jam tatap muka
per minggu atau
membimbing 80 (delapan puluh) peserta
didik bagi wakil
kepala satuan pendidikan
yang berasal dari
guru bimbingan dan konseling/konselor, untuk
jumlah wakil kepala
satuan pendidikan jenjang
pendidikan SMP adalah sebagai berikut.
i. 1-9 rombel = 1 (satu) orang wakil kepala
satuan pendidikan.
ii. 10-18 rombel = 2 (dua) orang wakil kepala
satuan pendidikan.
iii. ≥18 rombel = 3 (tiga) orang wakil kepala
satuan pendidikan.
d. Mendapat
tugas tambahan sebagai kepala
perpustakaan pada jenjang SD/SMP/SMA/SMK, kepala
laboratorium pada jenjang
SMP/SMA/SMK, ketua program keahlian/program studi,
kepala bengkel, kepala
unit produksi dan sejenisnya, mengajar
paling sedikit 12
(dua belas) jam tatap muka
per minggu. Pengangkatan tugas
tambahan pada huruf d ini
oleh kepala sekolah
dan diketahui oleh kepala
dinas pendidikan Provinsi/kabupaten/kota dengan
mengacu pada persyaratan yang
telah ditentukan dalam
Permendiknas nomor 25
tahun 2008 tentang standar tenaga
perpustakaan sekolah/madrasah. “Setiap
sekolah/madrasah untuk semua jenis
dan jenjang yang
mempunyai jumlah tenaga
perpustakaan sekolah/madrasah
lebih dari satu
orang, mempunyai lebih
dari enam rombongan belajar (rombel),
serta memiliki koleksi
minimal 1000 (seribu)
judul materi perpustakaan dapat
mengangkat kepala perpustakaan sekolah/madrasah”.
e. Bertugas
sebagai guru Bimbingan
Konseling mengampu paling
sedikit 150 (seratus lima
puluh) peserta didik
pada satu atau
lebih satuan pendidikan,
dengan mengampu paling sedikit 40 orang peserta didik di satminkalnya.
f. Bertugas
sebagai guru pembimbing
khusus pada satuan
pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi
atau pendidikan terpadu
paling sedikit 6 (enam)
jam tatap muka
per minggu; guru
pembimbing khusus dapat
berasal dari SLB atau
guru PNS yang
ada di sekolah
inklusi yang sudah
dilatih menjadi guru pembimbing khusus.
g. Bertugas
sebagai Guru honorer pada
satuan pendidikan di
daerah khusus yang daerahnya/desanya ditetapkan
dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan. Penetapan
daerah khusus ini
menggunakan data dari
Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
h. Bertugas pada satuan pendidikan khusus,
dimana peserta didiknya memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik,
emosional mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
i. Bertugas
pada sekolah kecil
(unit sekolah baru
yang memenuhi persyaratan pendirian sekolah baru dengan
jangka waktu yang dipersyaratkan), sekolah terbuka dan sekolah terintegrasi
(sesuai dengan persyaratan pendirian sekolah terbuka dan sekolah terintegrasi)
serta sekolah darurat yang tidak berada di daerah khusus, dan ditetapkan oleh
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, maka agar
tetap tunjangan profesinya dibayarkan,
guru tersebut harus
melakukan kegiatan ekuivalensi sebagaimana
terdapat dalam lampiran.
Bukti dokumen atau pemberkasan sebagaimana
dimaksud di atas
diverifikasi oleh Pemerintah/Dinas Pendidikan
Provinsi/Kab/Kota.
j. Bertugas atas
dasar pertimbangan kepentingan
nasional, yaitu guru
yang bertugas di sekolah
Indonesia di luar negeri dan guru yang ditugaskan menjadi guru di Negara lain
atas dasar kerjasama antar negara.
k. Bagi Guru
honorer produktif yang
berkeahlian khusus/berkeahlian langka/memilikketerampilan atau budaya khas
daerah, untuk mengajarkan praktik dapat dilakukan oleh guru lebih dari 1 (satu)
orang dengan keahlian yang dibutuhkan.
8.
Selama proses sertifikasi guru tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 terjadi perubahan
nomor kode dan
nama bidang studi
sertifikasi guru pada
tahun 2009 dengan mempertimbangkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi,
dan Keputusan Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah No.251/C/KEP/MN/2008 tentang
Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan
yang mulai diimplementasikan pada
tahun 2009, maka
untuk kelengkapan
persyaratan pencairan perlu
adanya penyesuaian (konversi)
nomor kode dan nama
bidang studi sertifikasi
guru dalam daftar
Penyesuaian (Konversi) Bidang Studi
Sertifikasi sebelum dan
setelah tahun 2009
yang sudah ditetapkan
oleh Badan Pengembangan SDM
Pendidikan dan Kebudayaan
dan Penjaminan Mutu
Pendidikan, Kemdikbud.
9.
Bagi Guru honorer yang sudah
memiliki serifikat pendidik
tetapi status kepegawaiannya menjadi calon
pegawai negeri sipil
(CPNS), maka tunjangan
profesinya tidak dibayarkan
sampai guru yang bersangkutan menjadi PNS dan memenuhi persyaratan
lainnya.
10.
Beban kerja bagi Guru
honorer pada satuan pendidikan
yang menggunakan Kurikulum
2013 diatur sebagai berikut.
a. Guru
kelas/guru matapelajaran yang
melaksanakan tugas tambahan
sebagai pembina pramuka (minimal telah bersertifikat kursus mahir dasar)
dihitung sebagai bagian dari pemenuhan beban kerja guru paling banyak 2 jam
pelajaran per minggu. Jumlah guru yang
diberi tugas tambahan
sebagai pembina pramuka
di kegiatan ekstrakurikuler wajib
di satu satuan pendidikan adalah sebagai berikut.
Jumlah rombel 1 – 6 = 1 pembina pramuka;
Jumlah rombel 7 – 12 = 2 pembina pramuka;
Jumlah rombel 13 – 18 = 3 pembina pramuka;
Jumlah rombel > 18 = 4 pembina pramuka.
b. Berdasarkan
Lampiran I Surat
Edaran Kepala BPSDMPK
dan PMP No. 29277/J/LL/2014 Tanggal
25 November 2014
mengenai Jenis dan
Sertifikat Pendidik Guru Pengampu
Mata Pelajaran Kurikulum 2013:
Guru SMP yang
bersertifikat keterampilan dan
IPA dapat mengampu matapelajaran prakarya di SMP.
Guru Fisika, Kimia, Biologi, dan Ekonomi dapat mengajar matapelajaran
prakarya dan kewirausahaan di SMA dengan syarat sudah mengikuti pelatihan
penajaman aspek prakarya dan kewirausahaan pada instansi yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
Guru yang mengajar rumpun mata pelajaran IPA dan IPS jenjang SMP, SMA,
dan SMK beban kerjanya
dihitung berdasarkan kurikulum
yang berlaku pada rombongan belajar yang dibinanya
c. Satuan
Pendidikan yang melaksanakan
kurikulum 2013 dan
menetapkan muatan lokal sebagai
mata pelajaran yang
berdiri sendiri, dapat
menambah beban belajar muatan lokal
paling banyak 2
(dua) jam per
minggu. Kebutuhan sumber
daya pendidikan yang meliputi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, dan dana termasuk Tunjangan Profesi sebagai implikasi penambahan
beban belajar muatan lokal ditanggung oleh pemerintah daerah yang menetapkan.
d. Bertugas
sebagai guru TIK/KKPI
memberikan layanan kepada
paling sedikit 150 (seratus
lima puluh) peserta
didik pada satu
atau lebih satuan
pendidikan, bagi satuan pendidikan
yang menggunakan kurikulum
2013. Jumlah peserta
didik yang dilayani pada
satminkal paling sedikit 40 peserta didik.
e. Bagi
Guru TIK/KKPI yang
mendapatkan tugas tambahan
sebagai kepala sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013
untuk memenuhi 24 jam tatap muka per minggu harus membimbing paling sedikit 40
(empat puluh) peserta didik.
f. Bagi
Guru TIK/KKPI yang
mendapatkan tugas tambahan sebagai
Wakil Kepala Sekolah/Kepala Laboratorium/Kepala Perpustakaan
yang melaksanakan Kurikulum 2013 untuk
memenuhi 24 jam
tatap muka per
minggu harus membimbing
paling sedikit 80 (delapan puluh) peserta didik.
g. Bagi
Satuan pendidikan jenjang
Sekolah Dasar yang
menggunakan Kurikulum 2013 dapat
menambah beban belajar
per minggu sesuai
dengan kebutuhan belajar peserta didik
dan/atau kebutuhan akademik,
sosial, budaya, dan
faktor lain yang dianggap
penting di dalam
struktur program, namun
yang diperhitungkan
Pemerintah maksimal 2
(dua) jam/minggu hanya
terbatas bagi Mata
pelajaran Agama dan Penjasorkes.
h. Bagi Satuan pendidikan jenjang SMP, SMA/SMK
yang menggunakan Kurikulum 2013 dapat
menambah beban belajar
per minggu sesuai
dengan kebutuhan belajar peserta didik
dan/atau kebutuhan akademik,
sosial, budaya, dan
faktor lain yang dianggap
penting di dalam
struktur program, namun
yang diperhitungkan Pemerintah
maksimal 2 (dua) jam/minggu.
21. Guru
honorer harus memiliki
hasil penilaian kinerja
guru. Dalam masa transisi,
sampai dengan akhir tahun
2015, tunjangan profesi
diberikan bagi guru tanpa memperhitungkan nilai
dari hasil penilaian kinerja guru dan instrumen sesuai dengan
Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010
tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya. Bagi guru yang telah
melaksanakan penilaian kinerja guru sumatif tahun 2014, hasil penilaian
kinerja gurunya dilaporkan
kepada kepala dinas
pendidikan provinsi/kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangannya
pada awal tahun
2015. Bagi guru yang
belum pernah melaksanakan
penilaian kinerja guru,
wajib melaksanakannya pada awal tahun
2015 (penilaian formatif)
sebagaimana diatur dalam Permendiknas
Nomor 35
Tahun 2010 dan
Buku Pedoman Penilaian
Kinerja Guru dari
Departemen Pendidikan Nasional. Hasil penilaian kinerja guru sumatif
tahun 2014 atau penilaian kinerja guru formatif tahun 2015 inilah
yang menjadi bukti
pelaksanaan penilaian kinerja
guru untuk pembayaran tunjangan profesi
tahun 2015. Hasil Penilaian
kinerja guru yang
diakui adalah hasil penilaian yang sesuai dengan sertifikat
pendidik yang dimilikinya Untuk
tahun-tahun berikutnya, guru wajib meningkatkan hasil penilaian kinerja sumatif tahun 2015 karena
mulai tahun 2016 tunjangan profesi akan diberikan bagi guru dengan hasil penilaian
kinerja guru minimal
baik. Mekanisme verifikasi
hasil penilaian kinerja guru adalah pengawas memverifikasi
hasil penilaian kinerja
guru terhadap guru
yang menjadi binaannya, mengentrikan hasilnya melalui aplikasi SIMPAK,
dan melaporkannya kepada dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya.
Bagaimana cara mengajukanya buk?
ReplyDeleteUtk SD dan SMP biasanya ditetapkan oleh sistem dapodik dan SIM Tunjangan. Untuk Madrasah MI. MTS MA ditetapkan melalui usulan DEPAG masing3 kab/kota. Untuk SMA/SMK melalui usulan ke dinas kab/kota masing tiap tahun biasanya DInas/kab kita menyampaikan format usulan yang disampaikan ke sekolah masing2
DeleteTerima kasih atas infonya, sangat bermanfaat.
ReplyDeleteTerima kasih atas infonya, sangat bermanfaat.
ReplyDelete